Pernahkan Anda berfikir tentang asal muasal istilah Klaten? Sejauh ini masih terjadi silang pendapat mengenai asal muasal istilah Klaten. Belum ada penelitian khusus yang menelusuri asal muasal nama kabupaten ini.
Setidaknya ada dua versi yang menceritakan asal muasal Klaten. Versi pertama menyebut kata Klaten berasal dari kata Kelati yang artinya buah bibir. Sejak dulu Klaten dikenal karena kesuburannya sehingga kerap menjadi bahan perbincangan. Versi kedua menyebut kata Klaten berasal dari kata Melati sebagaimana yang termaktub dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 1993.
Melati merupakan nama seorang ulama yang hidup sekitar lima abad lampau. Juru kunci Makam Kiai Melati, Ny Raharjo, 68, mengatakan Kiai Melati merupakan putra dari Ki Penjawi, seorang pujangga dari Kerajaan Mataram. Kiai Melati tinggal di Dukuh Sekalekan yang diambilkan dari nama belakangnya, Melati Sekolekan. Konon, semasa hidupnya, Kiai Melati dikenal sebagai orang berbudi luhur nan sakti. Karena kesaktian Kiai Melati, tempat tinggalnya itu aman dari gangguan perampok. Bersama adiknya, Kiai Donorekso, Kiai Melati menyebarkan agama Islam di tanah Klaten yang kala itu masih menjadi hutan belantara.
Di Dukuh Sekalekan, Kelurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah ini Kiai Melati dimakamkan. Makam Kiai Slamet berada di jantung Kota Klaten. Makam kuno itu berada tak jauh dari Alun-alun Klaten. Untuk mencapainya, seseorang harus melintasi sebuah jalan perkampungan kecil yakni Jl Anggrek. Permakaman kuno ini terdiri atas puluhan nisan yang tersusun dari tumpukan batu bata. Sebagian besar nisan-nisan itu sudah mulai rusak, termakan usia. Di atas permakaman itu berdiri sebuah pohon asam cukup besar dan rindang yang sudah terlihat dari kejauhan. Di atas permakaman itu, Kiai Melati dimakamkan tak jauh dari makam adiknya, Kiai Donorekso.
Ny Raharjo mengatakan Makam Kiai Melati hingga kini masih kerap diziarahi warga. ”Memang tidak selalu ramai diziarahi, tetapi selalu ada,” katanya. Menurut wanita yang pernah mendapat gelar nama Ny Lurah Sudarti Jogohastono dari Sinuhun Paku Buwono XIII Tedjowulan, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tahun 2008 ini, setiap tahun makam Kiai Melati diziarahi oleh jajaran petinggi Pemkab Klaten dan DPRD setempat. Kegiatan ziarah ke Makam Kiai Melati itu biasanya dilakukan bertepatan dengan peringaan hari ulang tahun (HUT) Kabupaten Klaten. Moh Khodiq Duhri
Disalin dari: SOLOPOS, 12 Juni 2011
Setidaknya ada dua versi yang menceritakan asal muasal Klaten. Versi pertama menyebut kata Klaten berasal dari kata Kelati yang artinya buah bibir. Sejak dulu Klaten dikenal karena kesuburannya sehingga kerap menjadi bahan perbincangan. Versi kedua menyebut kata Klaten berasal dari kata Melati sebagaimana yang termaktub dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Klaten tahun 1993.
Melati merupakan nama seorang ulama yang hidup sekitar lima abad lampau. Juru kunci Makam Kiai Melati, Ny Raharjo, 68, mengatakan Kiai Melati merupakan putra dari Ki Penjawi, seorang pujangga dari Kerajaan Mataram. Kiai Melati tinggal di Dukuh Sekalekan yang diambilkan dari nama belakangnya, Melati Sekolekan. Konon, semasa hidupnya, Kiai Melati dikenal sebagai orang berbudi luhur nan sakti. Karena kesaktian Kiai Melati, tempat tinggalnya itu aman dari gangguan perampok. Bersama adiknya, Kiai Donorekso, Kiai Melati menyebarkan agama Islam di tanah Klaten yang kala itu masih menjadi hutan belantara.
Di Dukuh Sekalekan, Kelurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah ini Kiai Melati dimakamkan. Makam Kiai Slamet berada di jantung Kota Klaten. Makam kuno itu berada tak jauh dari Alun-alun Klaten. Untuk mencapainya, seseorang harus melintasi sebuah jalan perkampungan kecil yakni Jl Anggrek. Permakaman kuno ini terdiri atas puluhan nisan yang tersusun dari tumpukan batu bata. Sebagian besar nisan-nisan itu sudah mulai rusak, termakan usia. Di atas permakaman itu berdiri sebuah pohon asam cukup besar dan rindang yang sudah terlihat dari kejauhan. Di atas permakaman itu, Kiai Melati dimakamkan tak jauh dari makam adiknya, Kiai Donorekso.
Ny Raharjo mengatakan Makam Kiai Melati hingga kini masih kerap diziarahi warga. ”Memang tidak selalu ramai diziarahi, tetapi selalu ada,” katanya. Menurut wanita yang pernah mendapat gelar nama Ny Lurah Sudarti Jogohastono dari Sinuhun Paku Buwono XIII Tedjowulan, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tahun 2008 ini, setiap tahun makam Kiai Melati diziarahi oleh jajaran petinggi Pemkab Klaten dan DPRD setempat. Kegiatan ziarah ke Makam Kiai Melati itu biasanya dilakukan bertepatan dengan peringaan hari ulang tahun (HUT) Kabupaten Klaten. Moh Khodiq Duhri
Disalin dari: SOLOPOS, 12 Juni 2011
0 comments:
Post a Comment