Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Faris Mehdawi, kepada VIVAnews, Rabu, 3 Agustus 2011, mengatakan situasi politik itu membawa semangat baru. Itu sebabnya, tentara Israel menjaga ketat daerah pendudukan mereka. Israel takut, semangat menggebu dari rakyat Palestina ditambah semangat bulan Ramadan dapat membuat mereka kewalahan jika terjadi bentrokan.
Lalu bagaimana warga Palestina merayakan Ramadan? Mehdawi mengatakan, berkat harapan damai itu, suasana Ramadan menjadi sangat menyenangkan. Dia lalu bercerita, dari soal tradisi, makanan, dan solidaritas masyarakat Palestina di bulan suci ini. Kebanyakan dari warga Palestina rela tak tidur demi mengunjungi kerabat usai salat tarawih.
Berikut petikan wawancara VIVAnews dengan Mehdawi:
Bagaimana warga merayakan Ramadan di Palestina?
Setiap Ramadan di Palestina selalu saja berbeda. Persamaannya, setiap tahun kami kesulitan menjalankan ibadah akibat pendudukan militer Israel. Namun, dibandingkan hari biasa, di bulan Ramadan rakyat Palestina lebih banyak bersosialisasi dan lebih menyatu dibandingkan sebelumnya. Contohnya saja, tiap tarawih, masjid selalu saja ramai.
Inilah dinamika Ramadan, hubungan sosial lebih efektif dari biasanya. Masyarakat menjadi lebih bersemangat dan lebih solid. Normalnya di Palestina, minggu pertama Ramadan, orang-orang saling mengundang. Saya undang adik saya, ayah mengundang anak perempuannya, dan para lelaki mengundang saudari mereka.
Berbeda lagi di pekan kedua. Minggu ini waktunya bagi para tetangga. Kami saling mengundang tetangga, bukan hanya keluarga saja. Pada minggu ketiga, orang-orang berharap mendapat berkah Lailatul Qadar, jadi lebih banyak lagi yang berdiam di mesjid.
Minggu keempat, inilah minggu gila belanja. Harga-harga naik dan toko buka terus. Anda bahkan harus pesan tempat untuk bisa potong rambut. Di Palestina, tidak ada diskon jelang Idul Fitri. Malah sebaliknya, harga-harga naik.
Sehabis berbuka puasa, apa yang biasa dilakukan warga?
Setelah berbuka puasa, rakyat Palestina justru memiliki banyak kegiatan sehingga mereka tidak langsung pulang ke rumah. Malam hari Ramadan di Palestina, kegiatan sosial dan politik baru terjadi setelah berbuka. Kebanyakan warga Palestina sehabis berbuka tidak tidur sampai sahur, mereka saling berkunjung selepas tarawih.
Di Palestina, orang tidak akan tidur sebelum jam 2 pagi, paling tidak sekitar jam 3 atau jam 4 pagi, jadi suasana malamnya menjadi hidup. Jika kalian mengunjungi Palestina suatu hari, wajib mampir ke Yerusalem. Kalian bisa solat di Masjidil Aqsa. Tidak perlu takut kekurangan makan, apalagi saat Ramadan. Akan ada banyak makanan yang sepertinya cukup untuk jutaan orang.
Hal seperti ini lazim di Timur Tengah. Saat Ramadan, ritme hidup kami berubah. Tidur menjadi jarang. Saya heran karena di Indonesia beda sekali keadaannya. Kami biasa kerja berjam-jam. Namun saat Ramadan, kami potong jam kerja.
Ritme kami berubah karena harus memberi ruang untuk orang lain (kegiatan sosial). Namun ini tak berarti kami jadi malas. Setelah buka puasa, banyak yang akan kembali bekerja, terutama tukang kayu, tukang cukur, restoran. Bagi kami, Ramadan adalah bulan yang paling produktif.
Ramadan ini adalah bulan refleksi dan kita harus dapat menyesuaikan diri. Kita menyucikan diri untuk menyelesaikan semua masalah yang datang dari diri kita sendiri. Di Palestina, umat beragama cukup taat. Tak heran negara kami disebut Land of Faith bagi tiga agama: Islam, Kristen, Yahudi.
Tidak hanya tentang Muslim saja. Di Ramallah misalnya, saat hari raya nasional, umat Islam dan Kristen dapat berbaur. Setelah Idul Adha, Anda bisa lihat hal semacam ini berulang. Islam adalah tentang bagaimana Anda menjaga nilai-nilai agung tersebut dalam keseharian. Tentang bermasyarakat, solidaritas, dan kekompakan.
Ada makanan khas yang disuguhkan ketika Ramadan?
Kami punya makanan tradisional bernama qatayef. Saya juga tak tahu mengapa, tapi untuk alasan tertentu, makanan ini hanya ada saat Ramadan. Jadi kalau ramadan, orang pasti akan teringat qatayef.
Ada tiga hal yang khas saat Ramadan di Palestina. Satu, kurma. Di luar Ramadan, orang biasa makan kurma juga namun tidak sebanyak saat Ramadan. Dua, qatayef. Makanan ini bisa dibuat sendiri ataupun dibeli. Biasanya mereka dijual di pinggir-pinggir jalan. Melihat pembuatan qatayef di pinggir jalan sebelum berbuka rasanya menyenangkan.
Yang ketiga, ini biasanya terjadi di kalangan anak muda. Mereka pergi ke coffee shop untuk menghisap shisha. Memang tidak semua orang mengisap shisha, tapi hanya anak muda saja. Biasanya mereka melakukan itu seperti semacam fashion, untuk menunjukkan status sosial mereka, untuk pamer, dan menunjukkan kalau mereka itu ‘gaul’. Saya lihat di Jakarta juga ada sekitar lima atau enam tempat shisha.
Situasi politik Palestina saat Ramadan. Ada perubahan?
Mengenai situasi politik belakangan ini, rakyat Palestina lebih optimis, terutama setelah PBB dan beberapa negara mengakui Palestina. Ditambah lagi upaya rekonsiliasi (Hamas-Fatah) yang memberikan harapan. Di bulan Ramadan, masyarakat jadi lebih peduli pada politik.
Di Palestina kami memiliki agenda politik dan sosial yang menunggu untuk dijalankan, tentu saja masalah ekonomi juga masih ada sampai sekarang. Keadaan Palestina saat ini sedang kurang bagus karena dilanda berbagai masalah, mulai dari krisis keuangan hingga pendudukan Israel. Tapi kami yakin bulan Ramadan ini akan membawa berkah.
Ramadan di Gaza berbeda lagi. Perbatasan dengan Mesir telah dibuka, hal ini membuat situasi menjadi lebih baik, terutama pada bulan Ramadan. Banyak orang yang berbelanja dan suasananya kini lebih hidup. Fatah dan Hamas memulai puasa di hari yang berbeda. Namun, masyarakat berpikir ini adalah pertanda bagus untuk penyatuan yang tidak hanya terjadi di bidang politik namun juga sosial.
Ramadan tahun ini penuh harapan. Lihat saja yang terjadi di sekitar kami, sangat menjanjikan. Jika Anda menanyakan pertanyaan ini tahun lalu, mungkin saya akan bilang situasinya kacau. Ditambah lagi situasi di tanah Arab juga sekarang sedang kacau.
Di bulan Ramadan, apakah Israel tetap memperketat keamanan di Masjidil Aqsa?
Karena situasi politik yang membaik, ditambah Ramadan yang menyatukan rakyat Palestina, perilaku Israel juga menjadi sangat tidak biasa. Mereka memperketat jumlah pengunjung di al-Aqsa. Tapi kami sudah terbiasa dengan hal itu. Kami tahu kadang Israel berada di posisi yang sulit, antara bertoleransi atau melarang, namun warga Palestina tidak akan menyerah.
Tentara Israel tidak mungkin memeriksa satu persatu identitas pengunjung masjid, bisa ribut melulu nanti. Israel sangat provokatif, namun hal itu malah bikin kami tambah semangat melawan. Kami muak dengan sikap Israel.
Apa yang dilakukan Israel?
Israel tak menghargai hak asasi, agama, dan masjid kami sejak lama. Mereka juga tidak menghargai Muslim yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa. Atas perbuatan Israel itu, tak heran mereka dikutuk seluruh dunia.
Mereka ingin membuat kami tersiksa, namun kami tidak akan menyerah. Mereka tahu itu. Buat kami, ini tantangan. Sayangnya mereka tidak pernah mau bernegosiasi. Kami berharap warga dunia mau membantu kami. Saya tidak dalam kapasitas untuk mengatakan ini, namun kami harap PBB bisa turut membantu juga.
PBB itu bukan hanya Amerika Serikat saja, namun ada seluruh dunia juga. Jika AS tak bisa bersikap netral, Indonesia bisa, India bisa, dan negara-negara Afrika bisa. Kami berencana membawa masalah kami ke PBB bulan depan, pada September.
Indonesia dan Palestina sama-sama berjuang untuk memperoleh kemerdekaan di bulan Agustus. Palestina juga ingin merdeka seperti Indonesia. Ini akan mendorong Israel untuk mau bernegosiasi lebih serius. Isu perbatasan, pemukiman, dan pengungsi harus segera harus dipecahkan.
Kami sudah habis kesabaran, kami mau semua isu ini dipecahkan. Lelah rasanya mendengar berita yang itu-itu saja tentang Palestina atau Yaman. Pertikaian semacam ini sudah lebih dari 60 tahun terjadi.
Banyak warga Palestina hidup berdekatan dengan pemukim Yahudi Israel. Apakah ini jadi masalah ketika Ramadan?
Situasinya sudah berubah. Biasanya yang menyerang kami adalah tentara Israel, namun yang terjadi kini adalah para pemukim juga menyerang dan mempengaruhi orang-orang kami. Jumlah pemukim Israel cukup banyak, sekitar 200 ribu.
Sekarang mereka jadi lebih agresif dan fanatik. Mereka coba mengusir orang kami dan mencaplok lebih banyak wilayah. Para petani berusaha untuk memanen hasil tani mereka, tapi tidak bisa karena diserang terus. Mereka mencari masalah dengan menyerang orang kami.
Dulu tentara Israel yang mengganggu kami, sekarang pemukim. Apalagi gangguan itu lebih terorganisir sekarang. Provokasi yang mereka lakukan konsekuensinya besar, karena banyak orang muak dengan Israel. Israel harus waspada, tindakan mereka bisa membuat Palestina marah dan berujung rusuh besar.
Tentang Anda, apakah ada pengalaman berkesan selama menjalani puasa Ramadan?
Beda kalender lunar dan solar adalah jumlah harinya. Kalender solar memiliki hari 365, sementara kalender lunar memiliki 350-352 hari. Ramadan butuh 25 tahun buat untuk bisa jatuh di bulan yang sama.
Pertama kali saya mencoba puasa, usia saya 6 tahun, kelas 1. Kala itu puasa jatuhnya di bulan Mei. Tidak sulit mengingat bulannya, karena saat itu almond dan aprikot sedang berbuah. Dulu saya dan kawan-kawan suka mengumpulkan buah yang masih kecil-kecil sebelum waktu berbuka. Waktu itu belum ada TV, jadi kami biasa berkumpul di sebuah bukit dimana menara mesjid terlihat dengan jelas.
Saat maghrib tiba, lampu-lampu hias yang dipasang di menara akan menyala, dan ada satu dentuman meriam. Kami menyebut meriam ini meriam Ramadan. Dentuman itu seperti semacam upacara, kami tak akan lupa. Buah yang ada di tangan kami langsung kami makan, dan kami berlari secepatnya ke rumah sambil berteriak "Sudah waktunya! Sudah waktunya!". Kami melakukan itu karena suara adzan saat itu tidak terlalu kencang, jadi perlu seseorang yang memperhatikan waktu berbuka.
Ada tradisi khusus di hari Idul Fitri?
Hari pertama pasti dilewati dengan beberapa hal. Pertama adalah ziarah. Ayah saya meninggal beberapa bulan lalu, jadi saya berencana berziarah ke makamnya.
Kedua, Anda juga harus bayar pajak ke perempuan. Setiap pria harus membayar pajak untuk istri atau saudari mereka, bentuknya lebih diutamakan berupa uang. Anak-anak juga harus mendapat uang.
Hal ini wajib di Palestina, dan harus dilakukan saat hari pertama Idul fitri, tak bisa ditunda. Anda tidak bisa makan sebelum melakukan dua hal ini. Anda bisa datang ke tempat saudari Anda yang telah menikah, lalu berilah uang padanya. Orang tidak suka memberi hadiah karena tidak praktis.
Biasanya kaum wanita menunggu saja di rumah, menunggu diberi hadiah oleh ayah atau saudara. Hari kedua Idul Fitri, kami baru bisa bersosialisasi dengan tetangga dan masak-masak.
Namun yang berbeda disini adalah perayaan Idul Adha. Saya kaget melihat idul Adha tidak dirayakan terlalu meriah di Indonesia. Di Palestina, Idul Fitri adalah perayaan kecil, sementara idul Adha adalah perayaan besar. Saya juga tak tahu kenapa, tapi rasanya orang Indonesia lebih berpikir kalau Idul Adha itu hanya untuk berhaji. Lama perayaannya hanya sehari dan tidak meninggalkan kesan apapun.
Kalau Idul fitri di Palestina, kami mengambil cuti selama 3 hari, saat idul Adha kami bisa mengambil cuti sampai 5 hari.
Apa yang anda sukai dari Ramadan di Indonesia?
Saya suka sekali pertama dengan konsep mudik. Tradisi mudik seperti yang ada di Indonesia tidak ada di Palestina dikarenakan jarak antar kota sangat dekat. Kalau di sini, sejauh apapun jaraknya, mudik tetap wajib dilakukan. Hal ini sangat indah.
Kedua, memberi hadiah. Hal ini mengingatkan pada masa kecil saya di Palestina. Sayangnya tradisi tersebut kini tak lagi berlanjut. Yang membuat tradisi menarik ini menarik adalah terbangunnya jalinan kekerabatan. Tradisi memberi hadiah ini bukan tentang uang, tapi merangkul orang.
Saya suka sekali dua hal ini, tapi yang paling saya suka adalah konsep open house. Itu adalah saat orang-orang dapat mengunjungi orang lain di rumah mereka. Tentunya ini praktis sekali untuk mengumpulkan orang banyak dalam satu tempat.
Banyak warga Palestina yang mengunjungi Indonesia merasa hal semacam ini bisa diterapkan. Saya sendiri ingin melihat jika tradisi Ramadan seperti ini dapat diterapkan di Palestina.(np)
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment