Kekuatan moral dan spiritual. Itulah yang akan menjadi modal pertama dan utama dalam setiap pergerakan. Mungkin saja landasan moral dan spiritual sebuah pergerakan salah atau batil, tetapi pasti punya semangat. Apatah lagi kita yang mempunyai landasan moral dan spiritual yang benar, yang berasal dari Allah SWT.
Kekuatan moral dan spiritual yang benar akan menghasilkan azzam (tekad) dan irodah qowiyyah (kemauan yang kuat). Bahkan orang akan muda selamanya dan bergairah terus jika bergerak atas landasan moral dan spiritual yang benar. Dan kita Alhamdulillah telah diberikan karunia itu oleh Allah SWT.
Modal yang kedua adalah modal intelektual. Allah sangat merangsang manusia lewat ayat-ayat Al-Qur’an yang berbunyi ‘afala ta’qilun, afala yatafakkarun. Otak yang terpakai oleh manusia hanya sekitar 5% dari volume otak kita. Kemudian kekuatan ini ditambahkan dengan kekuatan pendidikan/tarbiyyah.
Modal yang ketiga adalah modal ideology/idealisme, yang dengan adanya ini kita mempunyai visi dan misi. Ini juga merupakan karunia Allah kepada kita berupa pikiran yang baik, bisa mempunyai pandangan jauh ke depan walaupun dalam masa-masa sulit. Selalu menjadi barisan pelopor, barisan perintis dengan kejelasan ideologi ini.
Modal keempat adalah modal manhaj/metodologi. Allah tidak hanya memberikan perintah saja tetapi juga konsepsi dan landasan operasional. Shalat dan haji diperintahkan oleh Allah, tetapi dalam pelaksanaannya Allah mencontohkan melalui Rasulullah. Dalam berjuang dan berjihad pun harus mengikuti Rasul, tidak membeo, tetapi harus mengerti. Qudwah kepada Rasul merupakan kebutuhan, bukan hanya sekedar kewajiban, karena tanpa Rasul Islam tak bisa jalan. Rasulullah yang mencontohkan kepada kita dakwah dan jihad yang jelas, terarah, dan sistemik.
Modal kelima adalah modal kefitrahan. Dinul Islam adalah modal besar karena sesuai dengan fitrah manusia, tidak berbenturan dengan kultur manusia, binatang, dan ekosistem. Bahkan Allah menegaskan bahwa semuanya itu adalah jundi-jundi (tentara) Allah. Artinya, kita harus yakin bahwa pergerakan yang bertentangan dengan fitrah manusia adalah bertentangan dengan Allah. Karena semuanya bergerak dalam nuansa dan irama yang sama. Semuanya bertasbih kepada Allah. Karena itu, jika perjuangan Islam kompak dengan perjuangan alam / universe, maka perjuangan itu akan berhasil. Pohon, tumbuhan, binatang, cuaca, gejala alam, kesemuanya menjadi teman-teman perjuangan kita.
Jika berjuang tanpa fitrah alam, pasti akan gagal. Karena fitrah itu baku dan tetap sepanjang zaman. Ini adalah modal yang sangat besar walaupun kita tidak merasakannya, padahal bantuan Allah lewat alam/nature itu tinggi. Misalnya, bekerja dalam hujan tidak masuk angin, angin dan hujan jadi penyegar. Bahkan kesemuanya itu mengokohkan jika kita berstatus jundullah. Caranya, sesuaikanlah sifat jundiyyah kita dengan jundiyyah angin, binatang, pohon, dan lain-lain. Rasulullah sering dibantu oleh jundi alami ini (tumbuhan, binatang, cuaca, dan lain-lain). Bahkan karomah para sahabat dalam perang Qodisiyah ketika mereka menyeberang sungai mereka berkata: ‘Wahai air, kita sama-sama jundullah, bantulah saya karena sedang melaksanakan tugas’. Akhirnya air yang dalam dan deras itu menjadi dangkal dan tenang untuk dilewati.
Modal keenam adalah modal institusional. Kerja kita adalah kerja kolektif, yang banyak orang tidak memilikinya. Kita memperoleh banyak dukungan dari proses-proses jama’i ini. Seperti tawasshou bil haq dan tawasshou bish shobri. Itu hanya bisa dilakukan dengan jama’ah, karena tawasshou ini diperlukan dalam gerakan agar tidak tergelincir. Ba’duhum awliya u ba’din. Kritikan dan peringatan itu perlu. Itu semua hanya bisa dilakukan dalam proses institusionalisasi. Ketika tantangan dakwah berat dan sulit, ada tawasshou bish shobr sehingga menimbulkan daya tahan. Wama dho’ufu wa mastakanu, serta tawasshou bil marhamah. Ketika seseorang tersebut tidak sendirian, tetapi bersama-sama dengan banyak orang, potensinya tidak akan terpuruk.
Modal ketujuh adalah modal yang sifatnya material. Sebenarnya Allah telah banyak memberikan modal material ini kepada kita berupa alam semesta beserta segala isinya. Tetapi mungkin kita belum bisa mendayagunakannya. Bahkan dalam QS Al-Hajj 34, Allah berfirman bahwa ‘Telah Aku datangkan segala apa yang kamu butuhkan, wa in ta’uddu ni’matallah laa tuhsuha. Tetapi karena kezaliman dan ketidak proporsionalan kita, sehingga tidak memiliki daya inovatif dan kreatif untuk memanfaatkannya. Menyadari nikmat Allah itu penting. Bagaimana nikmatnya udara, sehari kurang lebih 350 kg kita memakai oksigen untuk tubuh kita, 1/5 nya dipakai oleh otak.
Kesadaran memiliki modal dasar itu penting demi irodah qowiyyah dan azzam. Kalau melihat perjalanan dakwah ke belakang, zaman tahun 80-an, zaman Benny Moerdani, bagaimana dakwah itu dikekang, diatur dan dikendalikan. Bahkan menafsirkan QS Al-Ikhlas saja diberangus, sampai akhirnya setelah dikejar-kejar, temanya diganti menjadi syarat sahnya wudhu. Justru di masa-masa sulit itulah dakwah berkembang dan berekspansi karena punya modal banyak.
Pada saat itu para muwajih tidak dijemput dengan mobil, tetapi banyak yang berjalan kaki karena keadaan ekonomi yang sulit. Cari tempat acara dauroh juga sulit. Halaqoh di kebun binatang, di taman, di lapangan, di kebun raya, tanpa whiteboard. Itu semua karena kita punya kesadaran bahwa kita kaya, yang menyebabkan kita selalu menjadi barisan perintis dan barisan pelopor. [ ]
Sumber: al-intima
0 comments:
Post a Comment